Kamis, 26 September 2013

Implementasi Kebijakan Jalur Khusus Sepeda Di Kota Surabaya

Implementasi  Kebijakan Jalur Khusus Sepeda
Di Kota Surabaya




Oleh : WISTA DWI HANDONO P                  104674221




PRODI S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah adalah sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pengadaan jasa yang diperlukan masyarakat. Pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sangat menentukan bagi kelangsungan dan tegaknya sistem pemerintahan.
Pelayanan publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat pelanggannya, antara lain disebabkan masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya. Paradigma yang dipergunakan para pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif yang hanya memperhatikan atau mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya saja.
Masyarakat sebagai penggguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun wujud berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakatnya, pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani (Larasati, 2007:36).
Sejalan dengan perkembangan zaman sebagai dampak dari arus globalisasi yang semakin deras, Negara di seluru dunia dihadapkan dengan suatu keadaan yang serba cepat dan instan. Sehingga mobilitas ekonomi dan mobilitas orang dari suatu tempat ketempat yang lain juga kian cepat dan meningkat. Semakin cepat dan mudahnya mobilitas yang terjadi dikarenakan adanya sarana dan prasarana yang memadai seperti halnya adanya angkutan barang/jasa/orang serta ketesediaan jalan yang cukup baik. Arus dinamika yang deras dengan kemajuan zaman membuat suatu pemerintahan dalam suatu Negara harus fleksibel dan dinamis menghadapi perubahan tersebut. Pemerintah dituntut aktif dalam memberikan pelayanan demi terselenggarannya Negara yang sejahtera dan makmur.
Banyak harapan yang dari rakyat untuk Negara dalam memenuhi kebutuhan yang diinginkan rakyatnya. Salah satu kebutuhan tersebut yaitu adanya transportasi. Transportasi merupakan kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi Negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Banyak hal yang dilakukan untuk memberi transportasi yang layak kepada rakyat yaitu dengan pemenuhan rambu-rambu lalu lintas, pembuatan jalan raya sebagai prasarana utama dalam transportasi, angkutan massal,  dan lain-lain. Seiring bekembangnya zaman modern ini, tentu banyak sekali yang mengunakan kendaraan bermotor untuk melakukan mobilitas. Kemudian dengan banyaknya kendaraan bermotor yang berlalu lalang di jalan raya pada saat ini juga akan mempengaruhi ketidak nyamanan pengendara kendaraan non-bermotor (sepeda pancal/sepeda angin), karena mereka harus bersaing dengan kendaraan bermotor untuk memakai jalan raya untuk melintas. Sehingga sudah sepatutnya pemerintah melindungi hak pemakai jalan pengendara kendaraaan non-bermotor yaitu denagn cara memberikan jalur khusus bagi mereka.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 25 ayat 1 huruf (g) “Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa: (g) fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat”. Pasal 45 ayat 1 huruf (b) Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: (b) lajur sepeda”. Pasal 62 ayat (1) Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda. Ayat (2)  Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas. Salah satu pemerintah daerah yang sudah melayani dan menyediaan kebutuhan dalam bidang transportasi berupa jalur khusus sepeda yaitu Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini melalui instansi dibawahnya yaitu Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Dengan adanya program tersebut diharapkan hak-hak pengendara sepeda dapat terakomodir dan dihotmati oleh pengendara lain terutama pegendara kendaraan bermotor dalam menggunakan jalan dan bahu jalan di Kota Surabaya.
Suatu program merupakan bagian teknis dari sebuah kebijkan yang nantinya akan di implementasikan. Program Jalur khusus Sepeda yang di gagas oleh Pemerintah Kota Surabaya (Dinas Perhubungan Kota Surabaya) tidak akan bernilai apa-apa dan dinilai gagal jika tidak di implementasikan. Implementasi merupaka suatu yang cukup fundamental dalam sebuah kebijakan karena berhasil atau tidaknya kebijkan tersebut dapat dilihat ketika sudah diimplementasikan. Untuk itu perlu kajian implementasi yang merupakan suatu proses merubah gagasan atau program mengenai tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut dalam hal ini yaitu Jalur Kusus Sepeda. Dalam menganalisis bagaimana proses implementasi program Jalur Kusus Sepeda itu berlangsung secara efektif dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Dalam melaksanakan kajian Implementasi program Jalur Kusus Sepeda dengan menyediaakan jalur kusus sepeda sendiri disebelah kiri jalan dengan pembatas marka jalan warna untuk membedakan dengan jalur kendaraan bermotor di Protokol Kota Surabaya ini, dengan melihat model implementasi dari Geogre C. Edward III. Menurut Geogre C. Edward III dalam Mulyono (2009) dalam model  ini menyatakan, suatu implementasi akan berhasil jika memenuhi 4 faktor yaitu komunikasi, resources, disposisi dan struktur birokrasi. Dalam penelitian Implementasi program Jalur Kusus Sepeda di Kota Surabaya ini, penulis membatasi dan memfokuskan variable-variabel implementasi dari Geogre C. Edward III. Sehubungan dengan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul : “Implementasi  Kebijakan Jalur Khusus Sepeda Di Kota Surabaya”.

1.2  Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dilihat bahwa pengendara kendaraan tidak bermotor (sepeda) tidak dapat mengunakan haknya ketika berada dijalan raya, karena harus berebut jalan dengan kendaraan-kendaraan bermotor yang notabennya lebih besar dan lebih cepat, dan pengendara sepeda menjadi takut ketika harus melewati jalan-jalan besar yang ramai dengan kendaraan bermotor. Untuk itu pemerintah Kota Surabaya membuat sebuah program Jalur Khusus Sepeda yang difungsikan untuk pengendara sepeda. Dengan adanya Implementasi program Jalur Khusus Sepeda di Kota Surabaya diharapkan permasalahan - permasalahan tersebut dapat diatasi. Dengan mengadopsi teori-teori implementasi dari Geogre C. Edward III, dan pengaruhnya implementasi Jalur Khusus Sepeda terhadap bidang transportasi maka peneliti memfokuskan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Jalur Khusus Sepeda di Kot Surabaya yaitu pada faktor : Komunikasi, Resources, dan Disposisi serta Struktur Birokrasi
Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimanakah implementasi Program Jalur Khusus Sepeda di Kota Surabaya”?

1.3  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1.      Analisis  pelaksanaan Program Jalur Khusus Sepeda di Kota Surabaya di lihat dari komunikasi, resources, Disposisi dan Struktur Birokrasi.

1.4  Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya adalah:
1.      Implikasi praktis.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi praktis dalam implementasi program di Dinas Pehubungan Kota Surabaya serta bahan masukan bagi Dinas Pehubungan Kota Surabaya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan dengan Jalur Khusus Sepeda. Bahan masukan bagi Dinas Perhubungan Kota Surabaya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan sistem transportasi.

2.      Implikasi Teoritik.
Melalui penelitian ini diharapkan akan mempunyai implikasi teoritis dalam kajian teori tentang implementasi kebijakan publik dalam upaya peningkatan pelayanan pada masyarakat. Dari hasil penelitian ini dimanfaatkan sebagai acuan / referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan implementasi kebijakan khususnya Implementasi Kebijakan Sistem Transportasi. Tidak hanya itu penelitian ini juga bergunan untuk mengkaji kajian teori tentang implementasi kebijakan publik dalam upaya peningkatan pelayanan pada masyarakat khususnya pelayanan transportasi.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Implementasi Kebijakan
Pelaksanaan kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan.
Kebijakan menurut James E. Anderson dalam ( Islamy 2001:17), yaitu : “ A purposive course of action followed by an actor or set of factor in dealing with a problem or matter of concern” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).
Dengan pengertian-pengertian kebijakan publik di atas disimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan pemerintah yang bersifat mengatur dalam rangka merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat dan mempunyai tujuan tertentu, berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan bertujuan untuk mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota masyarakat. Kebijakan juga memuat semua tindakan pemerintah baik yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah yang dalam pelaksanaanya terdapat unsur pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna kebijakan agar dipatuhi, hal ini sejalan dengan pendapat Easton (Islamy, 2001:19) bahwa kebijakan mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat dilakukan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Kebijakan publik masih bersifat umum, untuk mengetahui kebijkan ada tiga bagian dalam kebijkan itu sendiri yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi. Suatu kebijakan akan percuma jika baik pada tahap perencanaannya saja (formulasi) tetapi tidak pernah diimplementasi. Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam suatu kebijakan publik. Kebijkan publik akan diketahui tepat tidaknya ketika kebijkan tersebut sudah diimplementasikan. Kebijakan yang akan diimplementasikan akan tersusun dalam suatu program-program yang lebih khusus sehingga tujuan dari kebijakan tersebut akan lebih jelas dan tepat sasaran.
Terkait dengan latar belakang diatas kebijakan di atas, program Jalur Khusus Sepeda termasuk kedalam kebijakan publik dalam bidang transportasi yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tentang transportasi. Dalam program Jalur Khusus Sepeda yang di implementasikan di jalan protokol di Kota Surabaya diharapkan memberi manfaat untuk memberi pelayanan kepada pengendara sepeda dalam menggunakan jalan raya untuk mobilitas mereka dan sangat diinginkan oleh warga surabaya, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho (2003:51) bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.
Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran ( output ) maupun sebagai hasil. George Edward III  membatasi dimana implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure) (Mulyono, 2009).
Menurut Solichin (2004:64) sesuai kamus Webster merumuskan to implement ( mengimplementasikan ) yang berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu dan to give practical effect to ( menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu ) termasuk tindakan yang dipilih oleh pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan penerapan dari kebijakan publik yang telah dirumuskan, dan bermuara kepada hasil yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat yang dapat dirasakan oleh pemanfaat, sehingga implementasi kebijakan perlu dikaji lebih dalam apakah implementasi tersebut berhasil sesuai dengan tujuan atau dampak dari kebijakan karena implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan yang menghasilkan out put yang menyangkut seberapa besar perubahan yang dicapai dari tujuan yang telah diprogramkan dan perubahan tersebut mudah di ukur, sebagai mana diungkapkan oleh Udoji dalam Solichin (2004:59) dimana pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.
Penjelasan pendapat para ahli diatas yang menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu tindakan yang terarah berupa kebijakan atau program untuk menjawab terhadap permasalahan dengan upaya memecahkan, mengurangi dan mencegah terjadinya keburukan dan berusaha adanya perbaikan dan inovasi yang akan menimbulkan dampak atau perubahan di masyarakat. Perlu ditekankan bahwa implementasi kebijakan tidak akan ada apabila tujuan dan sasaran belum ditetapkan atau diidentifikasi oleh pembuat kebijakan, sehingga dari peraturan perundang-undangan yang telah tersedia perlu adanya tindakan dengan merumuskan semua yang direncanakan menjadi kebijakan yang dioperasionalkan
Implementasi kebijakan merupakan suatu analisis dengan lebih melakukan retropeksi dari pada prospeksi dengan tujuan ganda, yaitu : pertama memberi informasi bagaimana program-program tersebut dapat terlaksana, kedua menunjukkan faktor-faktor yang dapat diubah agar diperoleh capaian hasil yang lebih baik yang dapat memberikan perubahan implementasi atau program baru
Penerapan model implementasi merupakan tahapan pelaksanaan oleh pembuatan kebijakan dan masyarakat yang dipengaruhinya sesuai dengan tujuan, jika implementasi yang diterapkan tidak tepat maka tidak akan mengurangi permasalahan bahkan mengalami kegagalan
Salah satau model implementasi yang cukup bagus dalam menggambarkan fenomena implementasi yang ada dilapangan terkait dalam implementasi program ITS   yaitu model Geogre C. Edward III. Dimana model ini menekankan 4 faktor penentu keberhasilan suatu implemtasi suatu program. Faktor –faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C. Edwards III dalam Mulyono (2009) sebagai berikut :
a.       Komunikasi
      Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
b.      Sumberdaya
      Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.
      Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.
      Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
      Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.
      Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.
c.       Disposisi atau Sikap
      Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.
      Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
      Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.
d.      Struktur Birokrasi
      Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Van Horn dan Van Meter menunjukkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan, yaitu:
1)      Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;
2)      Tingkat pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan pelaksana;
3)      Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan eksekutif);
4)      Vitalitas suatu organisasi;
5)      Tingkat komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;
6)      Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan.
Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan , implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi.
              Mengacu dari penjelasan yang telah disampaikan di atas maka penulis akan  mengadopsi pendapat dari Geogre Edward III yang dikemukakan oleh para ahli di atas dalam  melaksanakan kajian tentang Implementasi Kebijakan Jalur Khusus Sepeda di Kota Surabaya.                  

2.2  Sistem Transportasi
Transportasi merupakan suatu kata yang mengandung arti sebagai sebuah usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebihbermanfaat atau dapat lebih berguna untuk tujuan-tujuan tertentu Miro dalam Subiakto (2009). Transportasi terjadi karena tidak semua lokasi sumber bahan baku, lokasi proses produksi dan lokasi konsumen berada pada suatu tempat tertentu, sehingga kesenjangan jarak antara lokasi-lokasi tersebut akan melahirkan perangkutan/ transportasi. Adanya perbedaan letak antara lokasi- lokasi tersebut, maka akan ada jarak yang akhirnya menimbulkan biaya, sehingga dengan adanya transportasi akan mempengaruhi nilai suatu barang yang diangkut. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, berarti transportasi mempunyai lima unsur pokok yaitu: (1) manusia, yang membutuhkan; (2) barang, yang dibutuhkan; (3) kendaraan, sebagai sarana alat angkut; (4) jalan, sebagai prasarana angkutan, dan (5) organisasi, sebagai pengelola angkutan Warpani dalam Subiakto (2009).
Sistem transportasi merupakan gabungan dua kata yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, yaitu kata sistem dan kata transportasi. Pengertian system adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan dimana perubahan pada satu komponen sistem akan memberikan perubahan pada komponen lainnya Tamin dalam Subiakto (2009). Sistem juga dapat diartikan sebagai suatu kesatuan, suatu unit, suatu integritas yang bersifat komprehensif yang terdiri dari komponen-komponen yang saling mendukung dan bekerja sama sehingga menimbulkan integritas dan sistem. Sedangkan transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Menurut Kusbianto dalam Subiakto (2009) sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem yaitu:
a)      Sistem kegiatan, yaitu penduduk dengan kegiatannya, misalnya kawasan perumahan, kawasan pertokoan, wilayah perkotaan dan sebagainya (demand system), dimana makin tinggi kuantitas dan kualitas penduduk dengan kegiatannya, makin tinggi pula pergerakan yang dihasilkan baik dari segi jumlah (volume), frekuensi, jarak, moda maupun tingkat pemusatan temporal dan spasial.
b)      Sistem jaringan, yaitu jaringan infrastruktur dan pelayanan transportasi yang menunjang pergerakan penduduk dengan kegiatannya, misalnya jaringan jalan, kereta api, angkutan kota, terminal udara dan lain-lain (supply system), dimana makin tinggi kuantitas dan kualitas jaringan infrastruktur serta pelayanan transportasi, makin tinggi pula kuantitas dan kualitas pergerakan yang dihasilkan.
c)      Sistem pergerakan, yaitu pergerakan orang dan/atau barang berdasarkan besaran (volume), tujuan, lokasi asal-tujuan, waktu perjalanan, jarak/lama perjalanan, kecepatan, frekuensi, moda dan sebagainya, dimana makin tinggi kuantitas dan kualitas sistem pergerakan, makin tinggi pula dampak yang ditimbulkan terhadap
sistem kegiatan dan sistem jaringan. Sistem transportasi merupakan gabungan dari beberapa elemen atau komponen (Miro, 2002:15), yaitu:
1)      Prasarana (Jalan dan Terminal)
2)      Sarana (Kendaraan), dan
3)      Sistem pengoperasian (yang mengkoordinasikan komponen sarana dan prasarana).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa system komunikasi merupakan suatu system yang terintegrasi dengan system-sistem yang lain yang ada di dalamnya yaitu system jaringan, system pergerakan dan system kegiatan.
Salah satu upaya untuk merealisasikan ketiga system tersebut ada suatu program yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Surabaya Program tersebut bernama Jalur Khusus Sepeda

2.2.1  Jalur Khusus Sepeda
Untuk menjelaskan tentang Jalur Khusus Sepeda berdasarkan Manajemen Lalu lintas Republik Indonesia tahun 2001. Jalur sepeda adalah jalur yang khusus diperuntukkan untuk lalu lintas untuk pengguna sepeda, dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas pengguna sepeda. Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. Di samping itu penggunaan sepeda perlu didorong karena hemat energi dan tidak mengeluarkan polusi udara yang signifikan.

2.2.2 Dimensi Jalur Sepeda
Bentuk Jalur sepeda
Ada beberapa pendekatan desain jalur sepeda:
a.      Jalur khusus sepeda, adalah jalur dimana lintas untuk sepeda dipisah secara phisik dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor dengan pagar pengaman ataupun ditempatkan secara terpisah dari jalan raya.
b.      Jalur sepeda sebagai bagian jalur lalu lintas yang hanya dipisah dengan marka jalan atau warna jalan yang berbeda.
Dimensi
Lebar lajur sepeda sekurang-kurangnya 1 meter cukup untuk dilewati satu sepeda dengan ruang bebas di kiri dan kanan sepeda yang cukup, dan jalur untuk lalu lintas dua arah sekurang-kurangnya 2 meter.
Perkerasan jalur sepeda
Perkerasan jalur sepeda dapat berupa:
a.       Perkerasan kaku dari beton
b.      Perkerasan fleksibel
Aspek keselamatan jalur sepeda
Aspek keselamatan yang paling rawan untuk jalur sepeda adalah :
a.       dipersimpangan karena di sini terjadi konflik antara kendaraan yang berjalan dijalur lalu lintas dengan sepeda yang berjalan jalur kendaraan bermotor.
b.       pada ruas terutama pada akses jalan ke bangunan atau tempat parkir, karena akan terjadi konflik
c.        ataupun bila bercampur dengan lalu lintas lainnya, apalagi bila arus lalu lintas kendaraan bermotornya berjalan pada kecepatan yang tinggi. Perbedaan kecepatan yang tinggi merupakan peluang untuk terjadinya kecelakaan yang fatal.








2 komentar:

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.