Implementasi Kebijakan Jalur Khusus Sepeda
Di
Kota Surabaya
Oleh : WISTA DWI HANDONO P 104674221
PRODI S1 ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pelayanan
publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah adalah sebagai upaya untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pengadaan jasa yang diperlukan masyarakat.
Pemenuhan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sangat menentukan bagi
kelangsungan dan tegaknya sistem pemerintahan.
Pelayanan
publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan
dari masyarakat pelanggannya, antara lain disebabkan masih belum memperhatikan
kepentingan masyarakat penggunanya. Paradigma yang dipergunakan para pengelola
pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif yang hanya memperhatikan
atau mengutamakan kepentingan pimpinan organisasinya saja.
Masyarakat
sebagai penggguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun wujud berkreasi, suka
tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya,
pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang bersifat supportif dimana lebih
memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakatnya, pengelola pelayanan harus
mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani (Larasati, 2007:36).
Sejalan dengan perkembangan zaman sebagai dampak dari arus globalisasi yang semakin
deras, Negara di seluru dunia dihadapkan dengan suatu keadaan yang serba cepat
dan instan. Sehingga
mobilitas ekonomi dan mobilitas orang dari suatu tempat ketempat yang lain juga
kian cepat dan meningkat. Semakin cepat dan mudahnya
mobilitas yang terjadi dikarenakan adanya sarana dan prasarana yang memadai seperti
halnya adanya angkutan barang/jasa/orang serta ketesediaan jalan yang cukup
baik. Arus dinamika
yang deras dengan kemajuan zaman membuat suatu
pemerintahan dalam suatu Negara harus fleksibel dan dinamis menghadapi
perubahan tersebut. Pemerintah dituntut aktif dalam memberikan pelayanan demi
terselenggarannya Negara yang sejahtera dan makmur.
Banyak harapan yang dari rakyat untuk Negara dalam
memenuhi kebutuhan yang diinginkan rakyatnya. Salah satu kebutuhan tersebut
yaitu adanya transportasi. Transportasi merupakan kebutuhan fundamental yang
harus dipenuhi Negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Banyak hal yang
dilakukan untuk memberi transportasi yang layak kepada rakyat yaitu dengan
pemenuhan rambu-rambu lalu lintas, pembuatan jalan raya sebagai prasarana utama dalam transportasi, angkutan
massal, dan lain-lain. Seiring bekembangnya zaman
modern ini, tentu banyak sekali yang mengunakan kendaraan bermotor untuk
melakukan mobilitas. Kemudian dengan banyaknya kendaraan bermotor yang berlalu
lalang di jalan raya pada saat ini juga akan mempengaruhi ketidak nyamanan
pengendara kendaraan non-bermotor (sepeda pancal/sepeda angin), karena mereka
harus bersaing dengan kendaraan bermotor untuk memakai jalan raya untuk
melintas. Sehingga sudah sepatutnya pemerintah melindungi hak pemakai jalan
pengendara kendaraaan non-bermotor yaitu denagn cara memberikan jalur khusus
bagi mereka.
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal 25 ayat 1 huruf (g) “Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib
dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa: (g) fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki,
dan penyandang cacat”. Pasal 45 ayat 1 huruf (b) “Fasilitas pendukung penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: (b) lajur sepeda”. Pasal 62 ayat (1) “Pemerintah harus memberikan
kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda”. Ayat (2) “ Pesepeda berhak atas fasilitas
pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu
lintas”. Salah satu pemerintah daerah yang sudah melayani dan menyediaan kebutuhan dalam bidang transportasi berupa jalur khusus sepeda yaitu Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini melalui
instansi dibawahnya yaitu Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Dengan adanya program tersebut diharapkan hak-hak pengendara sepeda dapat terakomodir dan
dihotmati oleh pengendara lain terutama pegendara kendaraan bermotor dalam
menggunakan jalan dan bahu jalan di Kota Surabaya.
Suatu program merupakan bagian teknis dari sebuah
kebijkan yang nantinya akan di implementasikan. Program Jalur khusus Sepeda yang di gagas oleh Pemerintah Kota Surabaya (Dinas Perhubungan Kota Surabaya) tidak akan bernilai apa-apa dan dinilai gagal jika
tidak di implementasikan. Implementasi merupaka suatu yang cukup fundamental
dalam sebuah kebijakan karena berhasil atau tidaknya kebijkan tersebut dapat
dilihat ketika sudah diimplementasikan. Untuk itu perlu kajian implementasi
yang merupakan suatu proses merubah gagasan atau program mengenai tindakan dan
bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut dalam hal ini yaitu Jalur Kusus Sepeda. Dalam menganalisis bagaimana proses implementasi
program Jalur Kusus Sepeda itu berlangsung secara efektif dapat dilihat dari
berbagai model implementasi kebijakan. Dalam melaksanakan kajian Implementasi
program Jalur Kusus Sepeda dengan menyediaakan jalur kusus sepeda sendiri disebelah
kiri jalan dengan pembatas marka jalan warna untuk membedakan dengan jalur
kendaraan bermotor di Protokol Kota Surabaya ini, dengan melihat model
implementasi dari Geogre C. Edward III. Menurut Geogre C. Edward III dalam
Mulyono (2009) dalam model ini
menyatakan, suatu implementasi akan berhasil jika memenuhi 4 faktor yaitu komunikasi,
resources, disposisi dan struktur birokrasi. Dalam penelitian Implementasi
program Jalur Kusus Sepeda di Kota Surabaya ini, penulis membatasi dan
memfokuskan variable-variabel implementasi dari Geogre C. Edward III.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul : “Implementasi Kebijakan
Jalur Khusus Sepeda
Di Kota Surabaya”.
1.2
Rumusan
Masalah Penelitian
Berdasarkan
latar belakang permasalahan di atas, dapat dilihat bahwa pengendara kendaraan tidak bermotor (sepeda) tidak dapat
mengunakan haknya ketika berada dijalan raya, karena harus berebut jalan dengan
kendaraan-kendaraan bermotor yang notabennya lebih besar dan lebih cepat, dan
pengendara sepeda menjadi takut ketika harus melewati jalan-jalan besar yang
ramai dengan kendaraan bermotor. Untuk itu pemerintah Kota Surabaya membuat
sebuah program Jalur Khusus Sepeda yang difungsikan untuk pengendara sepeda.
Dengan adanya Implementasi program Jalur Khusus Sepeda di Kota Surabaya diharapkan
permasalahan - permasalahan tersebut dapat diatasi. Dengan mengadopsi teori-teori implementasi dari Geogre C. Edward III, dan pengaruhnya implementasi Jalur Khusus Sepeda terhadap bidang transportasi maka peneliti
memfokuskan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Jalur Khusus Sepeda di Kot Surabaya yaitu
pada faktor : Komunikasi,
Resources, dan Disposisi serta Struktur Birokrasi
Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimanakah
implementasi Program Jalur Khusus Sepeda di Kota Surabaya”?
1.3 Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan :
1.
Analisis pelaksanaan Program Jalur Khusus Sepeda
di Kota Surabaya di lihat dari
komunikasi, resources, Disposisi dan Struktur Birokrasi.
1.4 Kegunaan
Penelitian
Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya adalah:
1. Implikasi
praktis.
Melalui penelitian ini diharapkan
dapat memberikan implikasi praktis dalam implementasi program di Dinas
Pehubungan Kota Surabaya serta bahan masukan bagi Dinas Pehubungan Kota
Surabaya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan dengan Jalur Khusus Sepeda.
Bahan masukan bagi Dinas Perhubungan Kota Surabaya dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pelayanan sistem transportasi.
2. Implikasi
Teoritik.
Melalui penelitian ini diharapkan
akan mempunyai implikasi teoritis dalam kajian teori tentang implementasi
kebijakan publik dalam upaya peningkatan pelayanan pada masyarakat. Dari hasil
penelitian ini dimanfaatkan sebagai acuan / referensi bagi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan implementasi kebijakan khususnya
Implementasi Kebijakan Sistem Transportasi. Tidak hanya itu penelitian ini juga
bergunan untuk mengkaji kajian teori tentang implementasi kebijakan publik dalam
upaya peningkatan pelayanan pada masyarakat khususnya pelayanan transportasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Implementasi
Kebijakan
Pelaksanaan
kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi
masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang
menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa yang bisa
mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini
akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat
sebagai penerima layanan.
Kebijakan
menurut James E. Anderson dalam (
Islamy 2001:17), yaitu : “ A purposive course of action
followed by an actor or set of factor in dealing with a problem or
matter of concern” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu).
Dengan
pengertian-pengertian kebijakan publik di atas disimpulkan bahwa kebijakan
adalah serangkaian tindakan pemerintah yang bersifat mengatur dalam rangka
merespon permasalahan yang dihadapi masyarakat dan mempunyai tujuan tertentu,
berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat) dan bertujuan untuk
mengatasi masalah, memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan juga memuat semua tindakan pemerintah baik yang dilakukan maupun
tidak dilakukan oleh pemerintah yang dalam pelaksanaanya terdapat unsur
pemaksaan kepada pelaksana atau pengguna kebijakan agar dipatuhi, hal ini
sejalan dengan pendapat Easton (Islamy,
2001:19) bahwa kebijakan
mengandung nilai paksaan yang secara sah dapat dilakukan pemerintah sebagai
pembuat kebijakan.
Kebijakan
publik masih bersifat umum, untuk mengetahui kebijkan ada tiga bagian dalam
kebijkan itu sendiri yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi. Suatu
kebijakan akan percuma jika baik pada tahap perencanaannya saja (formulasi)
tetapi tidak pernah diimplementasi. Implementasi kebijakan merupakan sesuatu
yang sangat fundamental dalam suatu kebijakan publik. Kebijkan publik akan
diketahui tepat tidaknya ketika kebijkan tersebut sudah diimplementasikan.
Kebijakan yang akan diimplementasikan akan tersusun dalam suatu program-program
yang lebih khusus sehingga tujuan dari kebijakan tersebut akan lebih jelas dan
tepat sasaran.
Terkait
dengan latar belakang diatas kebijakan di atas, program Jalur Khusus Sepeda
termasuk kedalam kebijakan publik dalam bidang transportasi yang bertujuan
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tentang transportasi. Dalam
program Jalur Khusus Sepeda
yang di implementasikan di jalan protokol
di Kota Surabaya diharapkan memberi manfaat untuk memberi pelayanan kepada pengendara sepeda dalam
menggunakan jalan raya untuk mobilitas mereka dan sangat
diinginkan oleh warga surabaya, hal tersebut sejalan dengan pendapat Riant Nugroho (2003:51) bahwa
kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.
Implementasi pada sisi yang lain merupakan
fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran ( output ) maupun sebagai hasil.
George Edward III membatasi dimana implementasi dapat dimulai
dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar
implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut George C. Edwards III ada empat
variabel dalam kebijakan publik yaitu Komunikasi (Communications), Sumber Daya
(resources), sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi
(bureucratic structure) (Mulyono, 2009).
Menurut
Solichin (2004:64) sesuai kamus
Webster merumuskan to implement (
mengimplementasikan ) yang berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan
sesuatu dan to give practical
effect to ( menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu ) termasuk tindakan yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan penerapan dari kebijakan
publik yang telah dirumuskan, dan bermuara kepada hasil yang dapat
berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat yang dapat dirasakan oleh
pemanfaat, sehingga implementasi kebijakan
perlu dikaji lebih dalam apakah implementasi tersebut berhasil sesuai dengan tujuan atau dampak dari kebijakan
karena implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan yang menghasilkan out put yang
menyangkut seberapa besar
perubahan yang dicapai dari tujuan yang telah diprogramkan dan perubahan tersebut mudah di ukur,
sebagai mana diungkapkan oleh Udoji dalam Solichin (2004:59) dimana pelaksanaan
kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.
Penjelasan
pendapat para ahli diatas yang menyatakan bahwa implementasi kebijakan
merupakan suatu tindakan yang terarah berupa kebijakan atau program
untuk menjawab terhadap permasalahan dengan upaya memecahkan, mengurangi
dan mencegah terjadinya keburukan dan berusaha adanya perbaikan dan
inovasi yang akan menimbulkan dampak atau perubahan di masyarakat. Perlu
ditekankan bahwa implementasi kebijakan tidak akan ada apabila tujuan
dan sasaran belum ditetapkan atau diidentifikasi oleh pembuat kebijakan,
sehingga dari peraturan perundang-undangan yang telah tersedia perlu adanya
tindakan dengan merumuskan semua yang direncanakan menjadi kebijakan yang dioperasionalkan
Implementasi kebijakan merupakan suatu analisis
dengan lebih melakukan retropeksi dari pada prospeksi dengan tujuan ganda,
yaitu : pertama memberi informasi bagaimana program-program tersebut dapat
terlaksana, kedua menunjukkan faktor-faktor yang dapat diubah agar diperoleh
capaian hasil yang lebih baik yang dapat memberikan perubahan implementasi atau
program baru
Penerapan model implementasi merupakan tahapan
pelaksanaan oleh pembuatan kebijakan dan masyarakat yang dipengaruhinya sesuai
dengan tujuan, jika implementasi yang diterapkan tidak tepat maka tidak akan
mengurangi permasalahan bahkan mengalami kegagalan
Salah satau model implementasi yang cukup bagus
dalam menggambarkan fenomena implementasi yang ada dilapangan terkait dalam
implementasi program ITS yaitu model
Geogre C. Edward III. Dimana model ini menekankan 4 faktor penentu keberhasilan
suatu implemtasi suatu program. Faktor –faktor yang berpengaruh dalam
implementasi menurut George C. Edwards III dalam Mulyono (2009) sebagai berikut
:
a. Komunikasi
Implementasi
akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan
dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan
kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu
dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau
keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga
implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu.
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit.
Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau
menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan
melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif,
siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui
apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus
diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat
mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah
melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti
apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan
apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan
hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara
serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
b. Sumberdaya
Tidak
menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan
bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab untuk
melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya. Komponen
sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi
yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan
sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang
menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan,
serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan
kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.
Sumberdaya
manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat
dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan
pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal
yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk
melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat
meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena
kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam
melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka
harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.
Informasi
merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk
informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan
kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus
dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah
dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu
kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan
informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi
langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di
tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan
kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Sumberdaya
lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program
dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan
uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.
Fasilitas
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti
kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan.
c. Disposisi
atau Sikap
Salah satu faktor yang mempengaruhi
efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor
setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan
dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat
kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.
Ada tiga bentuk sikap/respon implementor
terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk
merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon
tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena
mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan
dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat
pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi
pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud
dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas
program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program,
memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik
demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan
insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara
total dalam melaksanakan kebijakan/program.
d. Struktur
Birokrasi
Membahas
badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur
birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai
hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam
menjalankan kebijakan. Van Horn dan Van Meter menunjukkan beberapa unsur yang
mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan,
yaitu:
1) Kompetensi
dan ukuran staf suatu badan;
2) Tingkat
pengawasan hirarkhis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses
dalam badan pelaksana;
3) Sumber-sumber
politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan
eksekutif);
4) Vitalitas
suatu organisasi;
5) Tingkat
komunikasi “terbuka”, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal maupun
vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam
komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi;
6) Kaitan
formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana
keputusan.
Bila sumberdaya cukup untuk
melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan , implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada
menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan
yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya
akan mempengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan
mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi.
Mengacu dari penjelasan yang telah
disampaikan di atas maka penulis akan
mengadopsi pendapat dari Geogre Edward III yang dikemukakan oleh para
ahli di atas dalam melaksanakan kajian
tentang Implementasi Kebijakan Jalur
Khusus Sepeda di Kota Surabaya.
2.2
Sistem
Transportasi
Transportasi merupakan suatu kata yang
mengandung arti sebagai sebuah usaha untuk memindahkan, menggerakkan,
mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain,
dimana di tempat lain ini objek tersebut lebihbermanfaat atau dapat lebih
berguna untuk tujuan-tujuan tertentu Miro dalam Subiakto (2009). Transportasi
terjadi karena tidak semua lokasi sumber bahan baku, lokasi proses produksi dan
lokasi konsumen berada pada suatu tempat tertentu, sehingga kesenjangan jarak
antara lokasi-lokasi tersebut akan melahirkan perangkutan/ transportasi. Adanya
perbedaan letak antara lokasi- lokasi tersebut, maka akan ada jarak yang
akhirnya menimbulkan biaya, sehingga dengan adanya transportasi akan
mempengaruhi nilai suatu barang yang diangkut. Berdasarkan penjelasan tersebut
di atas, berarti transportasi mempunyai lima unsur pokok yaitu: (1) manusia,
yang membutuhkan; (2) barang, yang dibutuhkan; (3) kendaraan, sebagai sarana
alat angkut; (4) jalan, sebagai prasarana angkutan, dan (5) organisasi, sebagai
pengelola angkutan Warpani dalam Subiakto (2009).
Sistem transportasi merupakan gabungan
dua kata yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, yaitu kata sistem
dan kata transportasi. Pengertian system adalah gabungan beberapa komponen atau
objek yang saling berkaitan dimana perubahan pada satu komponen sistem akan
memberikan perubahan pada komponen lainnya Tamin dalam Subiakto (2009). Sistem
juga dapat diartikan sebagai suatu kesatuan, suatu unit, suatu integritas yang
bersifat komprehensif yang terdiri dari komponen-komponen yang saling mendukung
dan bekerja sama sehingga menimbulkan integritas dan sistem. Sedangkan
transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Menurut Kusbianto dalam Subiakto (2009)
sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem yaitu:
a) Sistem
kegiatan, yaitu penduduk dengan kegiatannya, misalnya kawasan perumahan,
kawasan pertokoan, wilayah perkotaan dan sebagainya (demand system), dimana
makin tinggi kuantitas dan kualitas penduduk dengan kegiatannya, makin tinggi
pula pergerakan yang dihasilkan baik dari segi jumlah (volume), frekuensi,
jarak, moda maupun tingkat pemusatan temporal dan spasial.
b) Sistem
jaringan, yaitu jaringan infrastruktur dan pelayanan transportasi yang
menunjang pergerakan penduduk dengan kegiatannya, misalnya jaringan jalan,
kereta api, angkutan kota, terminal udara dan lain-lain (supply system), dimana
makin tinggi kuantitas dan kualitas jaringan infrastruktur serta pelayanan
transportasi, makin tinggi pula kuantitas dan kualitas pergerakan yang
dihasilkan.
c) Sistem
pergerakan, yaitu pergerakan orang dan/atau barang berdasarkan besaran
(volume), tujuan, lokasi asal-tujuan, waktu perjalanan, jarak/lama perjalanan,
kecepatan, frekuensi, moda dan sebagainya, dimana makin tinggi kuantitas dan
kualitas sistem pergerakan, makin tinggi pula dampak yang ditimbulkan terhadap
sistem kegiatan dan
sistem jaringan. Sistem transportasi merupakan gabungan dari beberapa elemen
atau komponen (Miro, 2002:15), yaitu:
1) Prasarana
(Jalan dan Terminal)
2) Sarana
(Kendaraan), dan
3) Sistem
pengoperasian (yang mengkoordinasikan komponen sarana dan prasarana).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui
bahwa system komunikasi merupakan suatu system yang terintegrasi dengan
system-sistem yang lain yang ada di dalamnya yaitu system jaringan, system
pergerakan dan system kegiatan.
Salah satu upaya untuk merealisasikan
ketiga system tersebut ada suatu program yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan
Surabaya Program tersebut bernama Jalur
Khusus Sepeda
2.2.1 Jalur Khusus Sepeda
Untuk menjelaskan tentang Jalur Khusus
Sepeda berdasarkan Manajemen Lalu lintas Republik Indonesia tahun 2001. Jalur sepeda adalah
jalur yang khusus diperuntukkan untuk lalu lintas untuk pengguna sepeda,
dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu
lintas pengguna sepeda. Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk
meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan
berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. Di samping itu penggunaan sepeda
perlu didorong karena hemat energi dan tidak mengeluarkan polusi udara yang
signifikan.
2.2.2 Dimensi Jalur Sepeda
Bentuk Jalur sepeda
Ada beberapa pendekatan desain jalur sepeda:
a. Jalur khusus sepeda, adalah jalur dimana lintas untuk sepeda dipisah secara
phisik dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor dengan pagar pengaman ataupun
ditempatkan secara terpisah dari jalan raya.
b. Jalur sepeda sebagai bagian jalur lalu lintas yang
hanya dipisah dengan marka jalan atau warna jalan yang berbeda.
Dimensi
Lebar lajur sepeda sekurang-kurangnya 1 meter cukup untuk dilewati
satu sepeda dengan ruang bebas di kiri dan kanan sepeda yang cukup, dan jalur
untuk lalu lintas dua arah sekurang-kurangnya 2 meter.
Perkerasan jalur sepeda
Perkerasan jalur sepeda dapat
berupa:
a.
Perkerasan kaku dari
beton
b.
Perkerasan fleksibel
Aspek keselamatan jalur sepeda
Aspek keselamatan yang paling rawan untuk jalur
sepeda adalah :
a.
dipersimpangan
karena di sini terjadi konflik antara kendaraan yang berjalan dijalur lalu
lintas dengan sepeda yang berjalan jalur kendaraan bermotor.
b.
pada ruas
terutama pada akses jalan ke bangunan atau tempat parkir, karena akan terjadi
konflik
c.
ataupun
bila bercampur dengan lalu lintas lainnya, apalagi bila arus lalu lintas
kendaraan bermotornya berjalan pada kecepatan yang tinggi. Perbedaan kecepatan
yang tinggi merupakan peluang untuk terjadinya kecelakaan yang fatal.
mantep kang !
BalasHapusbisa d tambahin nyampe slse ga kang??
mas bisa minta kontak person masnya
BalasHapus